Pasar modal dapat menjadi pilihan bagi startup untuk memperoleh pendanaan melalui penawaran sebagian saham perusahaan kepada publik atau biasa disebut Initial Public Offering (IPO) atau Go Public. IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) sekaligus menjadikan startup bertransformasi dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka yang dituntut untuk dikelola secara lebih profesional dan transparan.
Langkah tersebut sebelumnya telah diambil oleh PT Kioson Komersial Indonesia (KIOS) dan PT M Cas Integrasi Tbk (MCAS) yang telah mendaftarkan perusahaan mereka di BEI. Menariknya, startup tak harus untung sebelum IPO di bursa, tapi harus memaparkan rencana kerja untuk dua tahun ke depan.
Sebelum berencana melakukan IPO, ada baiknya untuk mencermati bagaimana proses Go Public, persiapan yang perlu dilakukan perusahaan, persyaratan yang harus dipenuhi, dan manfaat dan konsekuensi ketika penawaran saham dilakukan.
Persiapan Awal dan Proses Go Public
Proses Go Public meliputi beberapa aspek sehingga pembentukan tim IPO yang kuat merupakan hal yang penting. Keseluruhan proses Go Public ini berlangsung sekitar 3-12 bulan bergantung kesiapan. Perusahaan juga memerlukan bantuan dari beberapa pihak, yakni Penjamin Emisi Efek (underwriter), akuntan publik, konsultan hukum, notaris, penilai independen, dan biro administrasi efek.
Sebelum Go Public, perusahaan terlebih dahulu menyampaikan pernyataan dan permohonan pendaftaran kepada BEI, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Permohonan pencatatan saham (listing) dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, antara lain profil perusahaan, laporan keuangan, opini hukum, proyeksi keuangan, dan sebagainya. Pascaproses tersebut BEI akan melakukan penawaran umum saham kepada publik selama 1-5 hari kerja, proses listing, dan mengumumkan kode saham (ticker code) untuk perdagangan saham.
Persyaratan IPO
Peraturan BEI saat ini mensyaratkan batas minimal Net Tangible Asset (NTA) sebesar Rp 5 miliar. Syarat minimal itu berlaku bagi perusahaan yang ingin masuk ke papan pengembangan dengan minimal saham yang ditawarkan 150 juta saham. Apabila ingin masuk papan utama maka minimal NTA adalah Rp100 miliar dengan minimal saham yang ditawarkan 150 juta saham.
-
Kemudian dari sisi kapitalisasi pasar, calon emiten dengan ekuitas Rp500 miliar harus melepas saham ke publik sebesar 20% dari total saham ditempatkan atau disetor. Adapun bagi calon emiten dengan ekuitas Rp 500 miliar-Rp 2 triliun maka minimal saham beredar sebanyak 15% dan ekuitas di atas Rp 2 triliun minimal 10%.
Apa yang Didapat Setelah Go Public?
Pasca Go Public dilakukan, startup otomatis membuka akses terhadap pendanaan jangka panjang dan keuntungan yang besar tanpa harus meminjam. Dana yang didapat dari IPO bisa digunakan untuk meningkatkan modal kerja, membayar utang, investasi, atau melakukan akuisisi.
Go Public otomatis menaikkan prestise, company value, sustainability, dan menarik perhatian karyawan, kalangan perbankan atau institusi lainnya untuk lebih mengenal dan percaya kepada perusahaan. Secara langsung hal ini menguntungkan pengusaha, pemodal ventura, dan mitra bisnis lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2015, perusahaan Go Public berkesempatan mendapat insentif penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% lebih rendah dari PPh Wajib Pajak badan dalam negeri, sepanjang 40% sahamnya tercatat dan diperdagangkan di Bursa dan memiliki minimal 300 pemegang saham.
-
Perlu diingat bahwa proses Go Public merupakan komitmen jangka panjang yang melibatkan banyak pihak dengan biaya yang tidak sedikit. Startup dituntut untuk membuktikan diri dan publik setiap saat dapat memantau laporan keuangan secara berkala.
Setiap kinerja operasional dan kinerja keuangan pada akhirnya akan berdampak terhadap harga saham di bursa. Karenanya, Anda sebagai founder startup harus memperhatikan setiap langkah dan yakin perusahaan telah siap sepenuhnya untuk IPO.
Langkah tersebut sebelumnya telah diambil oleh PT Kioson Komersial Indonesia (KIOS) dan PT M Cas Integrasi Tbk (MCAS) yang telah mendaftarkan perusahaan mereka di BEI. Menariknya, startup tak harus untung sebelum IPO di bursa, tapi harus memaparkan rencana kerja untuk dua tahun ke depan.
Sebelum berencana melakukan IPO, ada baiknya untuk mencermati bagaimana proses Go Public, persiapan yang perlu dilakukan perusahaan, persyaratan yang harus dipenuhi, dan manfaat dan konsekuensi ketika penawaran saham dilakukan.
Persiapan Awal dan Proses Go Public
Proses Go Public meliputi beberapa aspek sehingga pembentukan tim IPO yang kuat merupakan hal yang penting. Keseluruhan proses Go Public ini berlangsung sekitar 3-12 bulan bergantung kesiapan. Perusahaan juga memerlukan bantuan dari beberapa pihak, yakni Penjamin Emisi Efek (underwriter), akuntan publik, konsultan hukum, notaris, penilai independen, dan biro administrasi efek.
Sebelum Go Public, perusahaan terlebih dahulu menyampaikan pernyataan dan permohonan pendaftaran kepada BEI, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Permohonan pencatatan saham (listing) dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, antara lain profil perusahaan, laporan keuangan, opini hukum, proyeksi keuangan, dan sebagainya. Pascaproses tersebut BEI akan melakukan penawaran umum saham kepada publik selama 1-5 hari kerja, proses listing, dan mengumumkan kode saham (ticker code) untuk perdagangan saham.
Persyaratan IPO
Peraturan BEI saat ini mensyaratkan batas minimal Net Tangible Asset (NTA) sebesar Rp 5 miliar. Syarat minimal itu berlaku bagi perusahaan yang ingin masuk ke papan pengembangan dengan minimal saham yang ditawarkan 150 juta saham. Apabila ingin masuk papan utama maka minimal NTA adalah Rp100 miliar dengan minimal saham yang ditawarkan 150 juta saham.
-
Kemudian dari sisi kapitalisasi pasar, calon emiten dengan ekuitas Rp500 miliar harus melepas saham ke publik sebesar 20% dari total saham ditempatkan atau disetor. Adapun bagi calon emiten dengan ekuitas Rp 500 miliar-Rp 2 triliun maka minimal saham beredar sebanyak 15% dan ekuitas di atas Rp 2 triliun minimal 10%.
Apa yang Didapat Setelah Go Public?
Pasca Go Public dilakukan, startup otomatis membuka akses terhadap pendanaan jangka panjang dan keuntungan yang besar tanpa harus meminjam. Dana yang didapat dari IPO bisa digunakan untuk meningkatkan modal kerja, membayar utang, investasi, atau melakukan akuisisi.
Go Public otomatis menaikkan prestise, company value, sustainability, dan menarik perhatian karyawan, kalangan perbankan atau institusi lainnya untuk lebih mengenal dan percaya kepada perusahaan. Secara langsung hal ini menguntungkan pengusaha, pemodal ventura, dan mitra bisnis lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2015, perusahaan Go Public berkesempatan mendapat insentif penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% lebih rendah dari PPh Wajib Pajak badan dalam negeri, sepanjang 40% sahamnya tercatat dan diperdagangkan di Bursa dan memiliki minimal 300 pemegang saham.
-
Perlu diingat bahwa proses Go Public merupakan komitmen jangka panjang yang melibatkan banyak pihak dengan biaya yang tidak sedikit. Startup dituntut untuk membuktikan diri dan publik setiap saat dapat memantau laporan keuangan secara berkala.
Setiap kinerja operasional dan kinerja keuangan pada akhirnya akan berdampak terhadap harga saham di bursa. Karenanya, Anda sebagai founder startup harus memperhatikan setiap langkah dan yakin perusahaan telah siap sepenuhnya untuk IPO.
Post A Comment:
0 comments: