Perusahaan startup alias rintisan sedang naik daun. Cerita kesuksesan mereka sangat inspiratif, bahkan untuk individu yang hanya ingin mengatur keuangan tanpa membuka usaha.
Salah satu karakter startup yang bisa kita teladani untuk membuat keuangan lebih stabil adalah fokusnya. Lihat deh Go-Jek.
Dulu, perusahaan startup ini hanya berkonsentrasi pada transportasi ojek. Kini, lini bisnisnya bervariasi, dari jasa antar sampai bersih-bersih rumah.
Contoh lainnya adalah Tokopedia. Fokus awalnya adalah marketplace. Tapi kini mau beli pulsa atau bayar listrik pun bisa via Tokopedia.
Nah, berpikir ala startup bakal bisa membantu kita dalam pengaturan keuangan. Berikut ini penjabarannya:
Namanya perusahaan rintisan, pasti awal usahanya berdarah-darah. Banyak pengeluaran untuk membiayai operasional bisnis, terutama bayar gaji karyawan.
Namanya juga baru merintis, semua ditanggung bareng, susah dan senang (Startup / hipwee)
Tapi mereka gak ragu memilih investasi jangka panjang dengan merekrut sumber daya manusia berkualitas. Gak apa-apa bayar mahal, asalkan timbal balik yang diberikan karyawan sepadan, bahkan lebih besar.
Tentunya investasi ini memerlukan rencana dan pemikiran yang matang. Harus yakin benar bahwa investasi yang dilakukan itu memberi kontribusi secara finansial.
Startup umunya diawali oleh tim kecil. Jumlah founder plus pekerja awalnya gak sampai 20 orang. Google bahkan awalnya hanya punya tim beranggotakan 21 orang.
Intinya adalah tim itu bisa efektif dan efisien dalam bekerja. Mereka haruslah berkualitas dan serba-bisa.
Karakter ini juga bisa kita cuplik dan terapkan dalam kehidupan finansial sendiri. Pengeluaran mesti seefektif dan seefisien mungkin. Jangan berlebihan dan mubazir demi keamanan finansial.
Startup biasanya punya kantor kecil, seperti di ruko sewaan. Dengan tim yang kecil, suasana kerja pun enak. Bahkan saat mendapat pendanaan dari investor, mereka gak langsung grusa-grusu pindah ke gedung mentereng dan nambah kru.
Sebaliknya, mereka tetap tampil sederhana dan gak lepas dari fokus untuk meningkatkan kualitas produk. Mereka gak mau sok gede tapi ternyata isinya melompong.
Demikian juga kita, seharusnya bisa mengutamakan kesederhanaan ketimbang pamer harta. Hidup sederhana bakal membantu kita memupuk lebih banyak harta untuk jangka panjang, termasuk masa pensiun.
Perusahaan rintisan selalu berupaya mengikuti perkembangan zaman, terutama bidang teknologi. Startup memang dekat dengan dunia digital tho?
Bila gak up-to-date, jelas bakal ketinggalan kereta. Inovasi pun gak bisa lancar dilakukan. Padahal inovasi adalah roh dari sebuah usaha agar bisa berkembang.
Adapun buat kita, melek teknologi berguna karena banyak media dan sarana digital yang dapat membantu membuat keuangan lebih stabil. Sederet aplikasi financial technology (fintech) di smartphone, misalnya, bisa kita pakai untuk merencanakan finansial agar gak kedodoran.
Punya smartphone canggih harus update dong jangan malah kudet ya! (Smartphone / liputan6)
Tanpa menafikkan adanya perusahaan yang kolaps di tengah jalan, sudah banyak startup di Indonesia yang mendapat pendanaan bernilai wah. Coba kita perhatikan cara dan etos kerja mereka.
Mungkin bukan hanya pemikiran ala startup yang bisa kita pelajari dan terapkan untuk membuat keuangan lebih stabil. Tapi juga model bisnisnya untuk dijadikan teladan dalam berwirausaha.
Startup selalu punya ide segar dan besar yang jika dieksekusi dengan baik bakal menghasilkan. Kita sebagai individu juga mesti memiliki gagasan-gagasan serupa dalam kehidupan finansial.
Rencana keuangan mutlak untuk dibuat dan dipatuhi. Namun kreativitas kadang diperlukan agar keuangan gak morat-marit.
Intinya, jangan sampai berpikir bahwa rencana keuangan atau pos pemasukan-pengeluaran ibarat buku diktat yang gak bisa direvisi. Teruslah berpikir cerdas dan inovatif, seperti startup yang sukses dengan bisnis kreatifnya.
Salah satu karakter startup yang bisa kita teladani untuk membuat keuangan lebih stabil adalah fokusnya. Lihat deh Go-Jek.
Dulu, perusahaan startup ini hanya berkonsentrasi pada transportasi ojek. Kini, lini bisnisnya bervariasi, dari jasa antar sampai bersih-bersih rumah.
Contoh lainnya adalah Tokopedia. Fokus awalnya adalah marketplace. Tapi kini mau beli pulsa atau bayar listrik pun bisa via Tokopedia.
Nah, berpikir ala startup bakal bisa membantu kita dalam pengaturan keuangan. Berikut ini penjabarannya:
1. Gak ragu investasi jangka panjang
Namanya perusahaan rintisan, pasti awal usahanya berdarah-darah. Banyak pengeluaran untuk membiayai operasional bisnis, terutama bayar gaji karyawan.
Namanya juga baru merintis, semua ditanggung bareng, susah dan senang (Startup / hipwee)
Tapi mereka gak ragu memilih investasi jangka panjang dengan merekrut sumber daya manusia berkualitas. Gak apa-apa bayar mahal, asalkan timbal balik yang diberikan karyawan sepadan, bahkan lebih besar.
Tentunya investasi ini memerlukan rencana dan pemikiran yang matang. Harus yakin benar bahwa investasi yang dilakukan itu memberi kontribusi secara finansial.
2. Efektif dan efisien
Startup umunya diawali oleh tim kecil. Jumlah founder plus pekerja awalnya gak sampai 20 orang. Google bahkan awalnya hanya punya tim beranggotakan 21 orang.
Intinya adalah tim itu bisa efektif dan efisien dalam bekerja. Mereka haruslah berkualitas dan serba-bisa.
Karakter ini juga bisa kita cuplik dan terapkan dalam kehidupan finansial sendiri. Pengeluaran mesti seefektif dan seefisien mungkin. Jangan berlebihan dan mubazir demi keamanan finansial.
3. Sederhana
Mau cuma di ruang kecil gak masalah ya, yang penting serius kayak mas-mas ini hehehe (Kantor Kecil / startupbisnis)Startup biasanya punya kantor kecil, seperti di ruko sewaan. Dengan tim yang kecil, suasana kerja pun enak. Bahkan saat mendapat pendanaan dari investor, mereka gak langsung grusa-grusu pindah ke gedung mentereng dan nambah kru.
Sebaliknya, mereka tetap tampil sederhana dan gak lepas dari fokus untuk meningkatkan kualitas produk. Mereka gak mau sok gede tapi ternyata isinya melompong.
Demikian juga kita, seharusnya bisa mengutamakan kesederhanaan ketimbang pamer harta. Hidup sederhana bakal membantu kita memupuk lebih banyak harta untuk jangka panjang, termasuk masa pensiun.
4. Up-to-date
Perusahaan rintisan selalu berupaya mengikuti perkembangan zaman, terutama bidang teknologi. Startup memang dekat dengan dunia digital tho?
Bila gak up-to-date, jelas bakal ketinggalan kereta. Inovasi pun gak bisa lancar dilakukan. Padahal inovasi adalah roh dari sebuah usaha agar bisa berkembang.
Adapun buat kita, melek teknologi berguna karena banyak media dan sarana digital yang dapat membantu membuat keuangan lebih stabil. Sederet aplikasi financial technology (fintech) di smartphone, misalnya, bisa kita pakai untuk merencanakan finansial agar gak kedodoran.
Punya smartphone canggih harus update dong jangan malah kudet ya! (Smartphone / liputan6)
Tanpa menafikkan adanya perusahaan yang kolaps di tengah jalan, sudah banyak startup di Indonesia yang mendapat pendanaan bernilai wah. Coba kita perhatikan cara dan etos kerja mereka.
Mungkin bukan hanya pemikiran ala startup yang bisa kita pelajari dan terapkan untuk membuat keuangan lebih stabil. Tapi juga model bisnisnya untuk dijadikan teladan dalam berwirausaha.
Startup selalu punya ide segar dan besar yang jika dieksekusi dengan baik bakal menghasilkan. Kita sebagai individu juga mesti memiliki gagasan-gagasan serupa dalam kehidupan finansial.
Rencana keuangan mutlak untuk dibuat dan dipatuhi. Namun kreativitas kadang diperlukan agar keuangan gak morat-marit.
Intinya, jangan sampai berpikir bahwa rencana keuangan atau pos pemasukan-pengeluaran ibarat buku diktat yang gak bisa direvisi. Teruslah berpikir cerdas dan inovatif, seperti startup yang sukses dengan bisnis kreatifnya.
Post A Comment:
0 comments: